Saya tidak tahu persis waktunya; untuk pertama kali saya bertemu Maqbul Halim atau MH. Seingat saya, antara 2017 atau 2018. Hanya itu yang terlintas. Tapi, sejak saat itu, saya benar-benar melihat MH ini, sebagai politisi yang agak lain. Agak lain dalam perspektif etis. MH seperti punya magis-nya sendiri –di mata saya.
Gaya bicaranya yang ceplas ceplos. Kadang-kadang, melawan arus, dari alur pikir pada umumnya. Seringkali, mengambil diksi yang membuat jurnalis berkerut. Seperti, ketika saya wawancara dulu, soal kader Golkar pindah partai. MH menyebut jika kader itu ibarat kanker. Jika tidak dioperasi, akan berbahaya.
Tidak salah, Golkar pernah menunjuk MH sebagai Ketua Bidang Media dan Penggalangan Opini. Kupikir pertimbangannya jelas. Lagian, secara kapasistas dan legal standingnya, MH tepat disitu. Lalu, terjadi banyak diorama politik. Membuat MH menyingkir dari Golkar, hingga kini. Tapi, MH tetaplah MH –punya daya magisnya sendiri.
Pilwalkot Makassar 2018, jadi babak baru MH. Tiba-tiba, MH lengket dengan Danny Pomanto. Bahkan, bisa dikata MH sebagai brand ambassador kampanye DP. Pilihan diksi kampanye MH cukup membagongkan banyak orang. Termasuk pilihan-pilihan foto dan desain DP. Survei menyebut DP dapat mudah melenggang diperiode keduanya.
Tapi, fakta berkata lain –nyatanya DP gagal maju sebagai calon. Sebagai brand ambassador kampanye DP, MH tidak diam. MH bergerilya menopang DP untuk bangkit. Diksi pilihan katanya semakin kuat. Membuat orang tertawa terpingkal-pingkal. Terus terang, saya salah satu yang menikmati diksi-diksi MH itu.
Tidak sedikit juga, membuat telinga orang terasa panas. Bahkan, sangat panas dan membuat laporan dikepolisian. MH kemudian terlapor atas kasus ujaran kebencian. Tanggapan atas laporan itu, MH sangat santai. MH menyebut jika lebih penting laporkan Donal Trump ke PBB. Karena, serang Suriah daripada urus Pilwalkot Makassar. Haha
Buntut dari laporan itu, MH kemudian dibui. Saya pernah menjenguknya saat masih ditahan di Polda Sulsel. Memegang jeruji bui, tampak wajah MH biasa saja. Bahkan, MH bertanya ke saya “Bagaimana?” sambil tertawa. Untuk kasus ini, pernah saya menulis panjang.
Tahun 2020, Pilwalkot Makassar digelar. Dan kembali, MH sebagai ujung tombak kampanye DP. Serangan politik kepada DP mental. Itu tidak lepas dari kerja-kerja MH. DP kemudian terpilih kembali, diperiode keduanya. Dan barangkali, kini menatap Pilgub Sulsel. Entahlah.
Juni lalu, saya dapat kabar MH jabat Sekretaris PSI Sulsel. Ini menarik –beberapa tahun vakum di partai, MH kembali masuk gelanggang. Saya coba hubungi melalui whatsapp. Menanyakan kabar itu. MH lalu membenarkan. Saya tanya apakah masuk Caleg? MH tidak menjawab.
Dua bulan kemudian, pertanyaan saya terjawab. Tanpa ada jawaban langsung dari MH. MH terdaftar sebagai Caleg dari PSI. Dapil-nya Makassar A untuk DPRD Sulsel. Dan bukan MH jika tidak lain-lain. Balihonya berterbaran tanpa nomor urut dan Dapil. MH hanya menulis “Mana mi, yang selalu carika? Caleg ma inie”. Haha
Selain itu, MH juga menulis “Dari dulu ja senyum terus, cuma nanti dikira ka Caleg, na pemilu masih lama”. Dan terbaru “Sekarang banyak Caleg, taburi garam depan rumah ta”. Jika tidak begini, itu bukan MH. Sebab itulah MH dengan segala kemagisannya sendiri.
Bagi saya, MH memakai diksi itu karena tahu betul apa itu Caleg. Ini pula yang membedakan MH dengan Caleg-caleg lain. Jika Caleg lain target menang. Maka MH belum tentu. Barangkali, MH targetnya hanya bermain. Dan permainan itu adalah permainan kata-kata. Jika pun terpilih, bagi MH itu bonus.
Lagian, sepengetahuan saya, MH bukan tipe orang yang mau ambil pusing. MH tipe orang yang mau ambil sisi lainnya. Maka sangat mungkin, MH maju Caleg karena ingin melawak bersama kita saja. Tujuan mulianya, mau membuat kita tertawa terpingkal-pingkal. Lalu, melupa sejenak, jika RS Dadi Makassar telah menyiapkan kamar khusus Caleg gagal.
Tapi, andaikata nanti MH terpilih, saya sebagai teman tentu bersyukur –DPRD Sulsel akan ada suasana baru –barangkali akan nyaring ketika kucing menjilat-jilat kaki anjing. Atau, ribut jika tikus dan kucing janjian makan malam bersama.
Terakhir, anggaplah MH memang benar-benar terpilih. Saya pastikan, sesering mungkin bertemu MH. Entah kebetulan atau janjian. Di jalan atau di warkop. Kami hanya ingin tertawa. Itu saja.
Aku mencintaimu.(*)