Kebangkitan (Semu) Nasionalisme

Ridwan Andi Usman
Ridwan Andi Usman

Kebangkitan Nasional yang diperingati setiap tanggal 20 Mei, adalah momentum bagi rakyat untuk menakar makna azali nasionalisme dan urgensinya terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Bukan sekedar bernostalgia atas heroisme masa lalu, tanpa pesan sejarah dan harapan bersama yg mesti dievaluasi dan diperbaharui.

Nasionalisme bukan sekedar slogan, tetapi sebuah pandangan hidup untuk mencapai kemajuan bersama dalam berbangsa dan bernegara. Komitmen hidup bersama ini, mesti selaras dengan nilai2 kemanfaatan yang dinikmati bersama. Pertanyaan reflektif dari setiap peringatan itu, adakah kesepadanan antara heroisme rakyat, dengan kesetaraan mengambil manfaat dari seluruh rangkaian pembangunan dan pencapaian nasional.

Kebangkitan Nasional dapat dimaknai sebagai sebuah pencapaian sejarah, dimana rakyat dan seluruh anak bangsa dapat menyisihkan hambatan2 primordialismenya dalam melintasi gerak peradaban. Rakyat dapat menikmati kesejahteraannya bersama, karena negara tidak terhambat persolan klasik dalam mengalokasi dan mengelola sumberdaya yang melimpah. Hal yang berbeda di saat awal2 kemerdekaan, dimana visi besar anak bangsa tidak mudah dikonsolidasikan karena residu dari sekat2 masa lalunya.

Semangat nasionalisme adalah modal sosial, yang amat berharga. Sulit membayangkan kesatu paduan sosial (kohesivitas) dari beragam sosiokultural yg terbentang luas dan dalam gugusan kepulauan, jika semangat itu redup dalam sanubari anak bangsa. Merawat dan memuliakannya adalah ruh dari keberadaan dan kebesaran bangsa dan negeri ini. Karena itu, kesetaraan dan keadilan adalah nutrisi pokok bangsa yg mesti terjaga kelestariannya, agar siklus pertumbuhan tetap bersemai. Sebaliknya, ketimpangan dan ketidakadilan adalah racun yg hrs dinetralisir, agar negeri ini tidak terdegradasi dan roboh.

Belajar pada dua negara tetangga, yang merayakan kebangkitan nasionalnya dengan penuh gairah dan optimisme. Pemimpin dan rakyatnya saling percaya untuk melalui rute yg sdh ditetapkannya. Negara dimaksud, adalah China (Tiongkok) dan Korea Selatan. China yang dulunya kumuh lalu berubah menjadi raksasa ekonomi Dunia. Deng Xiophing adalah pemimpin China yg kharismatik, visioner, dan konsisten. Kurun waktu (1979 – 1989) dapat melesatkan China menjadi negara besar dengan pertumbuhan ekonomi yang pantastis.

Baca Juga:  Kemiskinan Terselubung

Apa daya magig dari kepemimpinan Deng Xiaophing terhadap rakyatnya, shg dapat menyulap China menjadi negara dengan tigkat produktivitas tinggi. Diagnosanya presisi dan pengobatannya tepat. Bahwa, keterbelakangan, ketertinggalan dan kemiskinan disebabkan oleh ketimpangan yang bersumber dari korupsi dan kolusi. Karena itu, diawal kepemimpinannya dia nyatakan perang dengan korupsi.

Deng Xiaoping perintahkan, untuk disediakan 99 keranda mayat bagi para pelaku korupsi, dan satu keranda mayat untuk dirinya sendiri, jika dalam pemerintahannya juga melakukan tindakan korupsi. Manivesto ini terlihat sederhana tetapi memiliki daya dobrak dan optimisme untuk saling percaya dan bekerja fokus pada masing2 bidangnya tanpa terhantui tindakan2 manipulatif. Produktivitas berawal dari revolusi mental yg diorganisir dengan keteladanan tidak hanya dipidatokan.

Korea Selatan, pun demikian, Samuel L. Hungtinton menyebutnya sbg bangsa yang berhasil membangun kultur yang kuat. Menjadi negara industri maju karena demokrasi yang mereka bangun bukan sekedar kata-kata melainkan dengan bekerja. Produktivitas adalah pergulatan, dilakoni dengan fokus, bukan serba pengarahan tanpa detail. Rakyat dapat bekerja fokus karena ada optimisme dari pemimpinnya yang selaras dengan lingkungan sosial yang sportif dan kompetitif.

Bagaimana dengan negeri kita, yang pemimpinnya silih berganti, taglinenya pun berbeda, tetapi kurang gereget dalam merubah kultur. Justru budaya konservatisme yang makin menggeliat. Korupsi, kolusi dan nepotisme ibarat api yang terkipas angin, kobarannya seakan menghanguskan potensi produktivitas anak bangsa. Terkesan hanya ada kelompok2 tertentu dari segmen rakyat ini yang terlindungi dan mendapat akses. Akibatnya, ketimpangan yang makin menganga, ketidakpercayaan sosial intensitasnya tinggi.

Data BPS maupun lembaga internasional merilis bahwa tingkat ketimpangan (indeks gini) yg mengkwatirkan, 0,399. Data tersebut terkonfirmasi dengan penguasaan sumberdaya. Bahwa, 1 % orang terkaya menguasai 46 % kekayaan negeri ini, 10 % orang terkaya menguasai 75, 3 % kekayaan negeri. inilah ketimpangan luar biasa yang menyedot potensi negeri ini untuk bangkit setara dengan negara maju lainnya.

Baca Juga:  PANCASILA DAN SPIRIT QURBAN: Menyatukan Cinta Langit dan Tanah Air dalam Jiwa yang Ikhlas

Terdapat 64 juta unit usaha kecil menengah (UMKM) atau 99 % dari total unit usaha nasional yang menyerap 97 % tenaga kerja. Dalam teori ekonomi, jika 75 persen kekayaan negeri ini terdistribusi ke dalam 64 juta unit usaha kecil menengah, maka dampak penggandanya (multiplayer effect) akan belipat-lipat. Selain produsi akan meningkat berlipat, yang nyata adalah 97% tenaga kerja akan naik pendapatannya. Pendapatan yang meningkat dari 97 persen tenaga kerja, akan meningkatkan permintaan terhadap barang dan jasa. Siklus permintaan inilah yang menggeliatkan ekonomi menuju kesejahteraan bersama. Tetapi Negara tak kuasa melakukannya, seolah ketimpangan adalah takdir yang tak terhindarkan.

Penguatan kelas menengah, sesungguhnya dapat menstabilisasi dan mengurangi ketimpangan. Faktanya, lima tahu terakhir telah terjadi penurunan kelas menengah, dari 21 % pada tahun 2019 menjadi 17 % pada Tahun 2024. Data ketimpangan, kemanpuan daya beli masyarakat, dan penurunan kelas menengah saling terkonfirmasi. Di sisi yang lain juga, kehidupan mewah para elit politik dan meningkatnya korupsi adalah juga berkorelasi positif.

Pada hal kemajuan negara lain, menunjukkan bahwa untuk mencapai pertumbuhan yang stabil, investasi yang produktif, inovasi yang membangkitkan, dan kegiatan ekonomi berjalan inklusif, selalu bertumpu pada kelas menengah yang kuat. Para ekonom berpandangan, bahwa jika negeri ini berkeinginan mencapai generasi emas 2045 dengan pertumbuhan ekonomi 8 %, maka kelas menengah mestinya 60 -70 %. Apakah semudah itu kita capai dengan posisi kelas menengah hari ini hanya 17, 3 %.

Amerika serikat, negara gembong kapitalisme dan tempat bersemainya para pendekar konglomerasi dunia. Tetapi, negara tersebut tetap menjadikan kelas menengahnya, sebagai kekuatan utama kegiatan ekonomi nasionalnya. Kelas menengahnya di atas 50%, yang berkontribusi 65 % terhadap kegiatan ekonominya. Bandingkan dengan negeri kita, yang 10% elit menguasai hampir 80% kekayaan nasional.

Baca Juga:  Mengisi Kekosongan Jiwa: Rahasia Ketenangan Yang Hilang Ditengah Kesibukan

Herannya, ketika terjadi krisi justru kelas ini yang pertama kolaps. Ambil contoh, waktu krisis ekonomi 1997 dan pandemi 2019. Yang menjadi penyelamat ekonomi dan pemompa nafas ekonomi adalah UMKM sehingga jantung ekonomi tetap berdenyut. Tetapi ketika ekonomi pulih dan bangkit, UMKM tinggal cerita.

Ia hanya sekedar cerita indah oleh para penguasa, agar 97% tenaga kerja senang dalam harapan semu. Jika penguasa berpihak kepada rakyat, maka disetiap industri padat modal berdiri, mestinya juga berdiri industri penyangga padat karya.

Apa yang terjadi di negeri ini, ambil contoh Sulawesi Tengah. Daerahnya disesaki eksploitasi tambang, tetapi penduduknya miskin dan tingkat penganggurannya tinggi. Tingkat kerusakan lingkungan dan biaya pemulihan sangat tidak adil.

Nasionalisme sesungguhnya adalah semangat hidup bersama karena ada kesetaraan dan keadilan untuk maju bersama. Ketimpangan yang menganga adalah paradoks dari nilai2 kesetaraan dan keadilan. Jika rakyat mengedepankan rasionalitasnya, maka Ia akan memandang nasionalisme tak ubahnya dengan barang antik. Keberadaannya tak memberi arti apa2, tetapi tetap dipajang untuk sekedar romantisme sejarah.

Peringatan kebangkitan nasional, sebaiknya diredefinisi, sebagai kebangkitan para elit atau sekelompok orang saja. Rakyat hanya merayakan kebangkitan semu.

Terima kasih kepada rakyat Indonesia yang tetap optimis dan bangga merayakan kebangkitan nasional.

Selamat Hari Kebangkitan Nasional…!

Penulis: Ridwan Andi Usman – Pemerhati Sosial (Mantan Komisioner KPU Sinjai)

Scroll to Top