Mengisi Kekosongan Jiwa: Rahasia Ketenangan Yang Hilang Ditengah Kesibukan

Munawir Kamaluddin
Munawir Kamaluddin

Pernahkah kau merasa lelah tapi tak tahu sebabnya?
Pernahkah kau berjalan jauh, tapi justru kehilangan arah?
Dan pernahkah kau tersenyum, namun hatimu tak turut serta?

Hidup bukan sekadar langkah-langkah tergesa mengejar pencapaian. Ia adalah perjalanan spiritual yang sesekali perlu jeda.
Bukan untuk berhenti selamanya, tetapi agar kita tidak lupa, Bahwa jiwa pun butuh dirawat, seperti tubuh yang lelah pun butuh dipulihkan.

Kita bukan mesin. Kita adalah manusia, makhluk bernapas yang punya batas. Kita diciptakan dengan kelemahan, bukan sebagai cela,tapi sebagai pelajaran:
Bahwa kadang, mundur selangkah adalah cara terbaik untuk melompat lebih jauh.

Rahmat Dalam Kelemahan

Allah berfirman:
وَخُلِقَ الإِنسَانُ ضَعِيفًا
“Dan manusia diciptakan dalam keadaan lemah.”
(QS. An-Nisa: 28)

Di balik kelemahan itu, ada pesan:
Kau butuh jeda.Bukan hanya untuk tubuh,tetapi untuk ruh, untuk hati, untuk pikiran yang mulai penat.

Jangan tunggu stres menjadi badai,baru kau mencari teduh.
Karena Islam, sejak awal, sudah menawarkan naungan itu.Sebuah konsep agung bernama ترويح (tarwīḥ): penyegaran jiwa.

Tubuhmu Punya Hak Atas Dirimu

Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقًّا
“Sesungguhnya tubuhmu punya hak atas dirimu.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Lelah bukan musuh,Justru ia sahabat,yang mengingatkan bahwa kita sedang terlalu lama berlari,dan lupa menikmati langit,
melupakan desir angin,
atau tawa anak-anak yang dulu membuat kita tersenyum tanpa sebab.

Alam: Cermin yang Membisikkan Keseimbangan

Pernahkah kau berdiri di tepi danau dan merasa tenang tanpa alasan?
Pernahkah kau menatap langit sore dan merasa didekap kasih Ilahi?
Itulah alam, wakil dari kasih Allah yang tak bersuara. Namun bicara pada hati yang hening.

Allah berfirman:
وَجَعَلْنَا ٱلنَّهَارَ مَعَاشًۭا وَٱلَّيْلَ لِبَاسًا
“Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan dan malam sebagai pakaian (penutup yang menenangkan).”
(QS. An-Naba: 10–11)

Baca Juga:  Kemiskinan Terselubung

Malam adalah pelukan untuk yang lelah,dan siang adalah ajakan untuk bergerak.Keduanya berpadu dalam harmoni.

Dan di antara keduanya, kita seharusnya belajar: Kapan harus berlari, dan kapan harus berhenti.

Rasulullah: Sang Teladan Dalam Penyegaran Jiwa

Rasulullah SAW tidak hanya sang pemimpin,beliau juga suami yang bermain dengan istrinya,
sahabat yang tertawa bersama,
dan hamba yang menyendiri di gua untuk bertafakur.
رَوِّحُوا الْقُلُوبَ سَاعَةً بَعْدَ سَاعَةٍ، فَإِنَّ الْقُلُوبَ إِذَا كَلَّتْ عَمِيَتْ
“Segarkanlah hati kalian sesekali, karena hati apabila letih akan menjadi buta.”
(HR. Al-Baihaqi)

Refreshing bukan kemewahan. Ia adalah kebutuhan.Ia bukan pelarian.Ia adalah perawatan.

Tafsir Kata: TARWIH

Dalam bahasa Arab, ترويح berasal dari kata راحة (rāḥa):
tenang, lega, dan damai setelah penat.

Imam Al-Ghazali berkata:
“Sesungguhnya jiwa merasa jenuh karena terlalu banyak aktivitas, maka harus ada penyegaran melalui hal-hal yang mubah.”
(Ihya’ Ulumuddin)

Bahkan kegiatan yang terlihat remeh, jika dilakukan dengan niat menyegarkan dan mendekat kepada Allah, maka ia berpahala.

Keseimbangan: Titik Temu Dunia dan Akhirat

وَمِنْ آيَاتِهِ مَنَامُكُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ
“Di antara tanda-tanda kebesaran-Nya adalah tidurmu di malam dan siang hari…”
(QS. Ar-Rum: 23)

Ayat ini bukan sekadar informasi.
Ia adalah ajakan:
Beristirahatlah. Segarkanlah.
Agar ketika bangkit kembali, engkau bisa menjadi cahaya bagi dunia.

Teladan Para Salafus Shalih

Ali bin Abi Thalib pernah berkata:

“Hiburkanlah hatimu sesekali, karena hati jika terus bekerja akan mati.”

Imam Syafi’i berkata:

“Barang siapa ingin memperkuat akalnya, hendaklah ia banyak melihat keindahan ciptaan Allah.”

Dan Umar bin Khattab membenci mereka yang hanya berdiam tanpa manfaat, karena refreshing sejati bukan bermalas-malasan,
tetapi menyegarkan, lalu melangkah lebih kuat.

Sehingga dengan demikian maka akhirnya pesan agama untuk jangan tunggu stres menghantam,
baru kau mencari tempat sembunyi.

Baca Juga:  Holistic Strategist: Mengakhiri Krisis Kepemimpinan Indonesia

Belajarlah menyegarkan diri seperti Rasulullah,yang dalam kesibukannya pun menyisakan ruang untuk senyum dan tafakur.

Segarkanlah hatimu,karena ia bukan mesin,melainkan taman:
yang hanya bisa tumbuh,jika disirami jeda, doa, dan keheningan yang penuh makna.

Refreshing bukan pelarian.
Ia adalah seni kembali mencintai hidup.Agar kita tak sekadar hidup, tapi menghidupkan.

PENUTUP DAN KESIMPULAN

Akhirnya, kita harus jujur pada diri sendiri: bahwa tidak semua kelelahan butuh obat, tidak semua kegelisahan butuh pelarian, dan tidak semua kekosongan butuh keramaian. Kadang yang kita butuhkan hanyalah diam sejenak, mengheningkan diri, dan menata ulang napas yang tercecer dalam hiruk pikuk dunia.

Hidup ini bukan hanya tentang kuat bertahan, tapi juga tentang bijak merawat. Merawat hati agar tidak beku. Merawat jiwa agar tidak hampa. Merawat pikiran agar tidak terjerembab dalam kelelahan yang kita anggap produktivitas.

Islam tidak hanya mengajarkan bagaimana bertahan di medan perjuangan, tetapi juga mengajarkan seni beristirahat dengan penuh kesadaran.

Menyegarkan diri bukan tanda kemalasan, tapi bentuk syukur atas karunia kehidupan. Karena hanya hati yang segar yang bisa jernih mencintai. Hanya jiwa yang tenang yang mampu berpikir jernih. Dan hanya pikiran yang lapang yang bisa menampung hikmah dan ilmu.

Maka, belajarlah dari Rasulullah, dari para salafus shalih, dan dari sunyi malam yang menenangkan. Belajarlah menyapa dirimu sendiri dengan kasih sayang.

Jangan tunggu jiwa retak baru kau ingin menenun kembali. Jangan tunggu badai datang baru kau mencari pelabuhan. Sebab dalam setiap jeda yang disadari, ada kehidupan yang diperbarui.

Menyegarkan diri bukan sekadar hak, tapi amanah. Agar kita tak sekadar bertahan hidup, tapi benar-benar menjalani hidup dengan rasa. Karena pada akhirnya, bukan seberapa jauh kita melangkah yang menentukan makna hidup, tapi seberapa dalam kita memahami langkah itu sendiri.# Wallahu A’lqm Bishawab🙏 MK

SEMOGA BERMANFAAT
al-Fakir Munawir Kamaluddin

Scroll to Top